Pabelan Media Online
  Fashion
 
Jilbab, Antara Trend dan Syariat
( http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=16061)
Rosmaeni, Lajnah Fa'aliyah Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Sulsel

Akhir-akhir ini semaraknya penggunaan jilbab boleh dikatakan simbol gerakan baru keagamaan di Indonesia, di mana kaum muda di kalangan mahasiswa dan pelajar cenderung melakukan purifikasi dalam sikap keberagaman mereka, termasuk dalam berbusana.

Kini jilbab telah menembus batas penggunaan jilbab secara ideologis, walau masih dalam kesadaran dan semangat "tampil" sebagai seorang muslimah. Jilbab kini telah merebak dipakai oleh para ibu-ibu anggota majelis taklim, para buruh wanita, para wanita eksekutif, bahkan para selebritis.

Paling tidak pada saat mereka mengikuti pengajian atau pada hari raya dan hari-hari besar Islam, bahkan kala arisan keluarga, kecenderungan mengenakan jilbab semakin meningkat.
Fenomena jilbab di Indonesia secara historis terjadi bersamaan dengan revolusi Islam Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini, berhasil menggusur seorang tiran yang terkenal dengan kekejaman Savak, polisi rahasianya, Syah Reza Pahlevi pada tahun 1979.

Syah Iran itu populer sebagai antek dunia Barat di Timur Tengah, maka Khomeini menjadi lambang kemenangan Islam terhadap boneka Barat. Simbol-simbol kekuatan Khomeini, seperti foto Imam Khomeini dan komunitas Black Veil menjadi trend di kalangan generasi muda Islam di seluruh dunia. Semenjak itu jilbab mulai menghiasi kampus dunia Islam, tidak terkecuali Indonesia.

Pakaian penutup kepala perempuan di Indonesia semula lebih umum dikenal dengan kerudung, tetapi permulaan tahun 1980-an lebih populer dengan jilbab. Jilbab dalam arti penutup kepala hanya dikenal di Indonesia. Di beberapa negara Islam, pakaian sejenis jilbab dikenal dengan beberapa istilah, seperti chadar di Iran, Pardeh di India dan Pakistan, abaya di Irak, hijab di beberapa negara Arab-Afrika seperti Mesir, Sudan, dan Yaman. Berubah makna menjadi pakaian penutup aurat perempuan semenjak abad ke-4 H.

Apapun bentuk dan penamaannya, sebagai identitas muslimah, kerudung atau jilbab menghadapi sejumlah kendala, khususnya yang datang dari pihak-pihak yang memiliki otoritas yang merasa terganggu dengan munculnya fenomena jilbab. Bahkan di negara-negara Barat yang sangat menjunjung tinggi HAM, dianggap bertentangan dengan prinsip sekularisme yang mereka anut.

Ini misalnya terjadi di Perancis yang pada beberapa tahun lalu Kementerian Dalam Negeri Perancis melarang siswi muslimah yang sekolah di sekolah umum mengenakan jilbab. Alasannya, itu simbol keagamaan. Sedang di Perancis yang sekuler, sekolah umum harus bersih dari simbol-simbol keagamaan. Walaupun itu ternyata tidak berlaku bagi kopiah kecil Yahudi yang nempel di kepala orang-orang Yahudi. Di Turki, seorang perempuan anggota parlemen, Merve Kavakci dipersoalkan keanggotaannya lantaran mengenakan jilbab.

Hal yang sama pelarangan jilbab atau kerudung juga pernah terjadi di Indonesia baik di instansi pemerintah, swasta, sekolah-sekolah, maupun perguruan tinggi. Seperti yang pernah dialami penulis pada tahun 2002 ijazahnya tidak ditandatangani oleh rektor karena fotonya berkerudung. Padahal foto berkerudung tersebut adalah bentuk pelaksanaan syariat Islam oleh seorang mahasiswi. Lucunya lagi, jika para pejabat di almamater yang bersangkutan pun ternyata adalah seorang muslim yang seharusnya juga melaksanakan syariat Islam.

Seiring dengan perjalanan zaman, ternyata penggunaan jilbab dan kerudung mengalami perkembangan pesat. Kalau di tahun-tahun 1980-an mahasiswi berjilbab hanyalah satu, dua, kini alhamdulillah, tampaknya pada universitas negeri maupun swasta, mahasiswi berjilbab atau berkerudung sama banyaknya bahkan mungkin lebih banyak daripada mahasiswi yang tidak mengenakan jilbab. Siswi SMU banyak yang sudah berkerudung, bahkan sampai SD. Bahkan guru-guru mereka berjilbab atau berkerudung seperti yang terjadi di Bulukumba saat ini.
Pemakaian jilbab/kerudung semakin marak di berbagai kalangan, melintasi batas-batas kalangan pelajar dan mahasiswa yang menjadi perintis. Jilbab mulai menjadi trend perempuan muslimah. Kalangan eksekutif dan profesional, bahkan sampai para politikus perempuan, mulai mengenakan jilbab atau berkerudung.

Terakhir pemakaian jilbab/kerudung merambah sampai di kalangan artis, yang merupakan trend setter para remaja. Ketika artis marak berjilbab, mempunyai dampak positif semakin banyak orang yang memakai jilbab/kerudung karena artis telah menjadi publik figur dan idola masyarakat.

Para politikus, mulai dari Aisyah Amini, Khofifah Indar Parawansa, Marwah Daud Ibrahim, dan lain-lain menjadi contoh perempuan yang berkerudung. Para artis mulai dari Ida Royani, mantan model Ratih Sanggarwati, Marissa Haque, Inneke Koesherawaty, Titik Sandora, Neno Warisman, Ida Leman menjadi contoh dari kalangan artis karena konsistensinya menggunakan busana muslimah, membuat karier mereka semakin meningkat.

Bersamaan dengan kegembiraan akan maraknya pemakaian busana muslimah di berbagai kalangan itu, terjadi pula keprihatinan yang merupakan dampak negatif karena menjadikan artis sebagai panutan. Dengan keterbatasan pemahaman tentang hukum jilbab, maka yang berkembang di masyarakat tidak sesuai dengan syariat yang terakumulasi menjadi kerudung gaul.

Prinsip kerudung gaul yang terpenting adalah memakai kerudung, terserah bentuk pakaian yang dipakai oleh perempuan. Bahkan yang lebih parah adalah pakaian atas perempuan adalah kerudung sebatas leher atau bahkan hanya menutupi rambut saja, sehingga anting, kalung dan poni rambut kelihatan. Dan pakaian bawahnya adalah pakaian mode terkini yang sedang in, sampai pusarnya kelihatan, tentu ini sangat memprihatinkan.

Dalam tata kehidupan yang serba sekuler, harapan akan kesesuaian jilbab dengan tuntunan syariat tinggal harapan saja. Propaganda yang merusak pemikiran muslimah lebih kuat dan lebih canggih manuver-manuvernya ketimbang para pengemban dakwah dan penyeru kebaikan yang berupaya memberikan kesadaran kepada mereka untuk berbusana sesuai dengan syariat Islam.

Seruan mengenakan jilbab harus dilakukan secara intensif dan dengan beragam pendekatan --di antaranya seperti yang akan dilakukan oleh KPPSI bekerjasama sejumlah Ormas Islam lain melalui Gerakan Sejuta Jilbab tanggal 04 Muharram 1427 nanti (hari ini, red)-- sehingga jilbab yang memang diatur oleh syariat Islam, termaktub dalam Alquran dan diimbau oleh Rasulullah saw lewat Sunnah-Nya tidak ditelan propaganda busana trendi, busana muslim kontemporer, busana muslim up to date dan istilah kerudung gaul yang saat ini menghujani pemikiran kaum muslimah terutama remaja yang di tengah pergumulan masyarakat sekuler. Akhirnya makna jilbab dirusak oleh para perancang busana dan oleh para pakar fashion, yang menggantinya dengan kerudung gaul.

Sekarang menjadi problem buat muslimah, apakah dirinya akan mengenakan kerudung gaul yang sedang trend dan tidak menjadi penghalang untuk bergaul bebas, tetapi melanggar hukum Allah? Atau hendak menggunakan jilbab sesuai ketentuan syariat Islam tetapi dengan risiko terkucilkan dalam pergaulan?

Apa jawaban yang pas dengan pertanyaan di atas adalah bergantung pada kaum muslimah, apakah menjawabnya dengan akal yang sehat dan perasaan yang dalam sebagai muslimah sejati, atau dengan hawa nafsu tanpa dengan perasaan sebagai muslimah?

Sebagai orang beriman, para perempuan muslimah tentu saja mengenakan jilbab dan kerudung bukan karena melihat para bintang film, artis, eksekutif, profesional, dan orang-orang yang hari ini dianggap sebagai panutan di masyarakat. Seorang perempuan muslimah mengenakan kedua pakaian syar'i itu sebagai refleksi keimanannya kepada Allah swt.

**
Seorang perempuan muslimah ridha dengan satu-satunya pilihan yang diberikan untuk mengenakan pakaian syar'i, (jilbab dan kerudung) pada saat tampil di hadapan publik, baik ia ke pasar, ke sekolah, ke kampus, ke rumah sakit, ke mal, ke sawah, ke pabrik, atau ke mana saja di mana dia mesti melewati jalan-jalan umum dan bertemu dengan khalayak ramai, di mana di sana ada kehidupan pria dan perempuan secara umum.

Kerelaan perempuan muslimah dengan keputusan Allah swt sang pembuat aturan adalah bentuk ketaqwaan dan ketawaduannya pada firman Allah swt yang artinya "Dan tidaklah patut bagi bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata (QS Al-Ahzab: 36).
**
Tentu dengan dasar keimanan yang kuat itu, perempuan muslimah dengan ringan, mudah, dan penuh keikhlasan bahkan kebanggaan dan perasaan plong bisa melaksanakan perintahnya. Ketika Allah menyeru kaum muslimah untuk menutupkan kain kerudung (khimar) dari atas kepala sampai ke juyub (QS An-Nur: 31) dan menyeru untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuhnya (QS Al-Ahzab:59), maka secara pasti dan tanpa bantahan lagi seorang muslimah harus melaksanakannya.

Memakai kerudung dan jilbab adalah syariat Allah swt yang harus dijalankan sebagaimana kewajiban salat, puasa, haji, hudud, muamalah, dsb. Sebagai pelaksanaan syariat Islam ini harusnya disertai dengan sanksi-sanksi atas para pelanggarnya karena berangkat dari suatu keyakinan bahwa penerapan syariat Islam tentang jilbab memiliki tujuan luhur, yakni menjaga kehormatan perempuan muslimah dan kesucian masyarakat muslim, tentu tujuan luhur itu sesuai dengan tujuan luhur secara keseluruhan penerapan syariat Islam yang mewujudkan rahmat bagi seluruh ummat manusia di alam ini.
**
Berdasarkan QS Al-Ahzab: 59, dapat kita ketahui bahwa hikmah menggunakan jilbab adalah agar lebih mudah dikenal sehingga tidak diganggu. Pada waktu itu orang-orang fasik berani menggoda para budak perempuan (amah) yang berjalan di malam hari untuk suatu keperluan. Orang fasik tidak berani menggaggu muslimah sebab pelecehan terhadap muslimah akan menerima hukuman besar.

Sejarah mencatat bagaimana tindakan Rasulullah saw terhadap Bani Qainuqa' yang melecehkan perempuan muslimah di pasar Yahudi, mereka diperangi dan diusir dari Madinah. Identitas perempuan muslimah seperti itu, maka segala gangguan dan pelecehan terhadap mereka pada hakikatnya adalah pelanggaran terhadap kehormatan kaum muslimin secara keseluruhan.

**
Nyatalah bahwa Islam memandang perempuan sebagai suatu kehormatan yang wajib dijaga dan dipelihara. Islam mensyariatkan pakaian jilbab dan khimar adalah untuk menjaga dan memelihara kehormatan. Nabi saw, bersabda: "Perempuan itu adalah aurat". Berarti tubuh perempuan itu harus ditutupi sebagai aurat yang merupakan kehormatan baginya, tidak seperti saat ini perempuan dijadikan barang komersial, diobral.

Perempuan yang tidak memakai pakaian syar'i (legal) di depan umum, yakni jilbab dan kerudung, berarti dia menyia-nyiakan payung hukum baginya, dan sesungguhnya telah menjatuhkan martabat dan kehormatannya sendiri. **
 
  Today, there have been 234555 visitors (961527 hits) on this page!  
 
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free